Secara keselurahan, filmnya bagus. Nggak pake banget, tapi cukup menegangkan, full thiller, dan bikin sport jantung. Udah dari oktober saya penasaran dan pengen banget nonton, ternyata nggak mengecewakan kok. Kalo di peratikan, teknik pengambilan film sedikit mirip dengan trilogy Jason Bourne (iyaa, saya pencinta film Jason Bourne banget..hehehe). Bisa nebak?? Yap, Peter berg, sang sutradara ngambil beberapa scene2 tertentu dengan teknik "kamera goyang", yang menjadi ciri khas sutradara film Jason Bourne, Paul Greengrass. Dari awal saya udah ngeh dengan hal ini. Cuma saya kurang suka karena gambar jadi ga fokus dan bikin kepala pusing. Yah, tapi mungkin emang disitu "menariknya" buat pencinta seni kali ya??
Klimaks dari cerita ini emang pol banget, ga ada cacatnya. Adegan "bak..buk..bak..buk..pow..pow..dor..dor.." (baca: baku hantam-tembak menembak), sangat memuaskan, sampe kita sendiri ngerasa ikut capek. Intinya, setiap orang yang keluar theatre 21 pasti ngomong "gila nyet! pol banget ya!!" ato "ayang, filmnya kereeen banget! aduuuh berantemnya juga okee..Jamie foxx cakep banget deeh" (loh.. ini nonton film ato ngecengin abang jamie sih mbak?).
Tapi tetap aja ada beberapa hal yang langsung nempel di kepala saya dan "ganggu banget" sejak 5menit film diputar sampe endingnya.
Ini film (bagi saya, nggak tau deh bagi orang2 lain), sedikit provokator bagi umat bangsa Amerika dan dunia barat lainnya, untuk membenci agama Islam/Moeslem. Sebagai orang Muslim, jujur aja saya keganggu dan ga nyaman. Mungkin memang kelakuan orang-orang Arab sono enggak berprikemanusiaan sama bule-bule yang pamer pantat dan dada...(iya, saya juga ngga suka sama orang Arab kok.. siapa bilang Arab itu suci..), tapi mbok ya jangan gitu amet deh sang penulis (yang mungkin pengikut aliran sekte George W Bush) memprovokatorin orang-orang untuk benci Islam. Sama aja toh dengan bangsa Israel yang notabene juga merongrong dan mengejar-ngejar rakyat Palestin?? Coba kalo ada film tentang Israel yang nyerang Palestine membabibuta kaya film The Kingdom ini.. atau, film tentang "kekejaman" pak de Bush dan antek-anteknya menyerang manusia-manusia tak bersalah di Iraq dan Afganistan sana. Saya yakin di banned abis-abisan sama Pak de Bush, layaknya Presiden Soekarno dengan band The Beatless circa 1960-an.
(Catatan: saya nggak membenci agama yang dipeluk bangsa Israel. Once again, mungkin yang saya nggak suka hanya kelakuan mereka, sama seperti kelakuan Geng Pak de Bush, dan kelakuan orang-orang Arab gila. Semuanya nggak ada yang suci kok).
Lepas dari kekejaman bangsa Arab dan agama Islamnya, (untung deh) film ini juga menampilkan sosok pahlawan Arab, Colonel Fhariz Al Ghazi, yang membantu geng Amerika menumpas kejahatan teror yang terjadi. Well, at least, ngga semua orang Muslim kaya gitu toh?
Nyatanya banyak yang ngebantu mereka dalam "melancarkan" misi penyelidikan ini.. termasuk Prince Ahmed Bin Khaled, si saud Arab yang cuma numpang lewat di film.
Yang bikin saya kesal banget (pengen deh mengetok-ngetok kepala si penulisnya), kenapa sih semua jagoan Amerikanya nggak ada yang tewas?? Not even one. See.... film ini sangat "American/Hollywood super hero" banget dan "mendewakan orang Amerika", yang nggak bisa mati walaupun udah di injek-injek, di gebuk-gebukin tuh badan sampe babak belur, dan peluru berseliweran di depan batang hidung. Kaya kucing aja punya 7 nyawa. Sebaliknya, justru yang mati adalah "pahlawan" yang sebenarnya... Hmmm ato mungkin memang harusnya kaya gitu ya, yang paling pahlawan malah mati??? Ya gapapa deh kalo gitu, mudah-mudahan dia mati masuk surga. Mati suci. Menumpas kejahatan. Jihad. Whatsoever. Tapi tetep aja saya keseeeeeel setengah mati pas keluar theatre. Dasar Amerika sontoloyo! Nggak kalah sama orang Batak yang selalu mau menang dalam hal apapun! (no heart feelings buat readers dari tanah Batak..ini maksutnya adalah saya sendiri, yang juga turunan boru Regar, hehehe..)
Ohya, ada satu hal yang menarik disini: ada satu scene dimana mereka menceritakan bahwa istri-istri para saud Arab ini mentransferkan duitnya lewat Jakarta! Nah pas bagian ini, teksnya nggak dimuculkan di layar, mungkin karena bawa-bawa Indonesia kali ya? Kenyataannya sih emang begitu, percaya ato nggak. Waktu itu, pernah suatu hari saya harus turun ke lantai 1 untuk mengurus sesuatu di bagian Corporate Banking Group, dan ternyata si saud-saud Arab ini (berikut istri dan dayang-dayangnya) lagi "private banking" di sana . Kebetulan Departemen Private Banking juga ada di lantai 1, berhadapan dengan corporate banking. Mungkin ini yang dimaksud film The Kingdom ini.. Entahlah, saya nggak tau. Tapi penjagaan dan penyambutan saud Arab ini memang POL dan gila abis! Red carpet di gelar mulai dari pintu mobil si saud (baca: melangkahkan kakinya begitu turun dari mobil), sampe (mungkin) tempat dia bertransaksi di departement private banking. Soalnya begitu saya keluar lift lantai 1 aja, udah ada karpet merah di gelar. Dan pastinya, polisi, secret agent, para pengawal, guardian, body guard, dan dayang-dayang arab-arab itu juga udah beredar di seluruh gedung. Nongkrong di depan lift, mondar-mandir pake handy-talkie, dan tentu saja 3 buah lift diblok dan di jaga ketat, khusus untuk geng Arab ini. Sayang, saya nggak sempat ngeliat si prince Arab keluar ruangan private banking. Penasaran juga sih liat koper duit-nya (mungkin berisi dolllar-dollar kaya di film-film gitu ya?) dan perhiasan-perhiasan sang permaisuri yang bergantungan di badannya...
Kalo menurut gosip yang dibawa orang-orang yang kebetulan ikut meeting sama si Arab-arab ini, sang permaisuri sih, cantiiiiik bangeeeet!
Dec 6, 2007
The Kingdom; antara provokator dan super hero ala Hollywood
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 lullabies from others:
hmm pengen nonton tp belum sempat, tapi inti crtnya dah tau koq, ntn aj 4 menit intro awal jg dah ketauan koq latar ceritanya.
ooo, ada yg menarik ARAMCO yg disebut2 dlm film ini kan terkait ama CVX tempat bokap qt gawe dulu. hehe, kelakuan AS ya bgt deh ..
correct atrix... how our dad used to work in this giant oil company. Chevron/Caltex working closely with this Aramco. I heard that Chevron's history in the Kingdom of Saudi Arabia began in the early 1930s, when the company's predecessor, Socal, began exploring near the Arabian coast. The Texaco (previously was one of Caltex shareholders too, right??) joined Socal as a partner in the explo
ration and production company, that became Aramco.
Ironic, isn't it??
Post a Comment