Feb 12, 2010

Rumput Tetangga Selalu Lebih Hijau...

Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadhdhi ban *Then which of the favours of your Lord will you deny?"* - The 55th Sura of Al-Qur'an: Ar Rahman-




Mungkin sudah diingatkan sebelumnya oleh Tuhan YME bahwa setiap manusia seharusnya mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhannya. Tidak terkecuali agama manapun. Seperti yang disebut dalam surat Ar Rahman dalam Alquran, kalimat ini berulang-ulang disebut. Tapi dalam tulisan kali ini, saya nggak bermaksud membahas pelajaran agama, apalagi menafsirkan isi surat Ar -Rahman itu..


Sebenarnya begini. Beberapa bulan lalu, kantor saya melakukan perubahan sistem grading besar-besaran untuk seluruh bidang pekerjaan di perusahaan. Tiap bidang pekerjaan atau job desk di evaluasi ulang, apakah udah sesuai dengan standar dan pasaran bisnis di indonesia. Alasannya bagus, karena dahulu ini perusahaan lokal dan mengacu ke sistem grading lokal, dan sejak 2007 dibeli oleh asing, wajar dong perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang mengacu ke induk perusahaan yang asing tersebut. Ibarat, ganti pemilik, ya ganti aturan. Toh lagian tiap perusahaan perlu berkembang biar bisa bersaing dalam pasar...


Sebelumnya department terkait yang menangangi evaluasi grading ini udah wanti-wanti bahwa evaluasi ulang ini dilakukan berdasarkan jenis pekerjaan dan bukan atas orang yang bekerja di posisi itu. Misalnya si A di posisi marketing communication dengan grade 5 dan rajib lembur pulang malem, bisa saja berbeda hasil evaluasi-nya dengan si B di posisi di corporate legal di grade 5 tapi selalu pulang tenggo. Kemungkinan besar setelah evaluasi, si B akan mendapat grading 6 dan si A menjadi grade 4. Karena marketing communication nggak memerlukan back ground dan pengalaman khusus dalam melakukan pekerjaannya, bisa aja dari background management atau komunikasi atau kedokteran *kalau memang gila* bekerja di bidang marketing communication. Sementara untuk posisi corporate legal memang membutuhkan background khusus untuk bekerja di unit itu. paling gak, harus lulusan sarjana hukum, pengalaman dalam membuat kontrak legal, bahkan mungkin harus memiliki lisensi advokat untuk beracara di pengadilan. Jadi kira-kira seperti itulah cara evaluasi grading baru tersebut...


Ohya, sebelumnya lagi, perusahaan pun sebenarnya sudah mengantisipasi apabila terjadi down grade karyawan dengan mengkompensasikannya ke gaji pokok. Singkatnya, tidak akan ada penurunan gaji, dan apabila ada penurunan benefit (medical, kaca mata, etc etc), semuanya sudah diperhitungkan dan dimasukkan ke dalam gaji pokok. Intinya, gaji pokok justru akan meningkat.


Saya pribadi nggak terlalu ngoyo untuk dapet grade bagus. Paling nggak, penurunan gaji toh nggak bakal ada. Cuma masalah grade dan mungkin benefit yang turun yang toh juga udah dikompensasi ke gaji pokok. Apapun hasil keputusan evaluasi, saya akan terima dengan ikhlas. Pemikiran saya begini: saya percaya bahwa semua rejeki sudah diatur sama Tuhan. Bukan di atur sama HRD,bukan juga oleh perusahaan tempat saya bekerja. Hanya saja, perpanjangan tangan Tuhan untuk rejeki saya, dikasi lewat perusahaan ini. Kedua orang tua saya pun menyuruh saya untuk selalu mensyukuri rejeki yang saya terima selama ini.


Kembali ke grading, ketika akhirnya diumumkan hasil grading baru *di umumin secara personal lewat confidential letter yang dibagiin ke tiap karyawan*, kasak kusuk dan gosip yang beredar, ternyata banyak hasil yang nggak memuaskan. Banyak karyawan yang turun grading....
Banyak karwayan yang "mengamuk" dengan cara halus, nggak puas, sebal, marah, atas hasil yang mereka terima. Untungnya posisi saya nggak termasuk kelompok yang terkena down-grade tersebut.. dan justru mengalami peningkatan.Sekali lagi, karena posisi saya sebagai corporate legal, memang termasuk bidang spesialis yang membutuhkan background khusus. Alahamdulillah.... terima kasih Tuhan..


Lucunya lagi,beberapa orang malah menyindir-nyindir karyawan yang bisa naik grade atau menyalahkan beberapa pihak... Ada yang nyalahin bos-bos tertentu karena report langsung ke Presdir. Ada juga yang ngegosipin si A dekat dan pandai menjilat bos.. Padahal sudah jelas evaluasi grade dilakukan berdasarkan job desk oleh konsultan outsource. Trus gimana caranya si konslutan outsource itu bisa tau kalo si A suka menjilat?


Mungkin karena saya nggak berada di kelompok "yang merasa dirugiin" dengan downgrade tersebut, jadi saya nggak tau pasti apa perasaan mereka. Tapi balik-balik lagi seperti yang saya bilang di atas, bukankah seharusnya tiap orang bisa bersyukur atas nikmat dan rejeki yang diberikan Tuhan selama ini kepadanya? Toh juga grading nggak mempengaruhi rejeji/gaji yang dia terima. Lantas kenapa orang-orang seperti itu tidak bisa bersyukur dan selalu melihat ke orang lain. Saya pun juga bisa kalau mau "melongokkan kepala ke tetangga sebelah" *perusahaan pesaing*:
Kira-kira dia digaji brapa ya?
Dengan background dan jam kerja saya yang lebih tinggi, kok dia bisa dapet gaji lebih gede dari gw sih..?


Tapi mau sampai kapan kita nggak puas? Mau sampai kapan kita nggak belajar mensyukuri rejeki yang diberikan Tuhan? Jika begitu, sungguh, kita termasuk kepada orang-orang yang tidak pandai bersyukur. Hidup penuh ketidakpuasan pada akhirnya hanya akan membuat kita stres. Apa-apa di bandingin dengan orang lain. Yah kalau memang nggak puas, mungkin solusinya bisa cari kerjaan ditempat lain, dan mungkin tanggung jawabnya juga lebih besar.


Sebenarnya untuk bersyukur itu gampang. Solusinya cuma perlu memahami tiga hal, maka kita sadar bahwa rejeki bukan dikasi bos:

1. memahami SUMBER asal nikmat
2. memahami tujuan nikmat yang diberikan pada kita
3. mengamalkan dan mempergunakan nikmat yang diberikan sesuai dengan kehendak si pemberi.


Dan jawabannya cuma satu, kembali lagi ke Tuhan YME...



“Jika engkau bersyukur, maka akan kutambahkan (nikmat-Ku), dan jika engkau kufur (ingkar) sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”(Ibrahim :7).


*picture taken from here*

0 lullabies from others: