Jul 13, 2009

Nothing Last Forever, Even Cold November Rain....

I guess it's true when Axel Rose said such words...


At the end, semuanya akan berakhir. Sekolah, pada akhirnya tamat. Kerja, pada akhirnya pensiun. Hidup pada akhirnya akan meninggal. Bedanya, kita bisa prediksiin kapan kita tamat sekolah dan pensiun, tapi kita nggak akan pernah tau kapan kita selesai menjalani hidup ini.

Tanpa sadar, sebenarnya tanda-tanda berakhir semua ini udah tercermin dari judul tulisan saya yang ini... Padahal waktu bikin judulnya, saya nggak mikir apa-apa. Lucu yah...


Saya masih merasa sedih setelah 3 hari papa meninggalkan kami semua. Setiap bangun pagi, rasa sedih itu begitu mendalam karena teringat beliau sudah tidak ada bersama kami hari ini saat sarapan, saat kami semua mau berangkat kerja, atau saat kami pulang kerja malam. Biasanya kalau lagi off terbang dan di rumah, papa pasti sehari-hari ada dihalaman ngurusin tanaman-tanamannya atau duduk di ruang tv nonton acara apapun juga. Agak asing sekarang ngeliat ruang tv kosong... walaupun sebenarnya papa jarang sekali di rumah karena maskapai penerbangannya di luar negeri dan juga base-nya.

Saya masih ingat papa pulang ke Indonesia untuk terakhir kalinya tanggal 11 April 2009 dan belum balik lagi ke base-nya di Dhaka, sampai dengan akhirnya papa kembali ke pangkuan Allah SWT. Jadi masa-masa terakhirnya bersama kami sekeluarga bisa dibilang cukup lama dan puas lah, mengingat pilot jarang bisa pulang kerumah segitu lama...


Kalau dipikir-pikir, sebenarnya semua memang udah di atur sama Allah SWT. Papa pulang pada bulan april itu tujuannya untuk off sebentar dan untuk memperpankang license terbangnya (seperti SIM) di Indonesia. Harusnya papa pulang hanya sekitar 2 minggu. Tapi entah kenapa alat simulatornya rusak, sehingga papa nggak bisa masuk simulator untuk memperpanjang license terbangnya. Kebetulan juga disaat itu papa udah mulai batuk-batuk. Awalnya berobat ke dokter biasa, tapi batuk nggak kunjung berhenti. Lalu papa menjalani medex (medical check up) standar pilot, dan semua hasilnya bagus. 3 minggu berlalu, alat simulator tak kunjung bagus, sehingga papa masih harus stay di Jakarta lagi. Selama itu, papa masih kuat treadmill 1,5 jam dan sekali-sekali weight lifting buat ngejaga staminanya sebagai seorang Pilot.

Setelah lebih 3 minggu batuk papa nggak berhenti, akhirnya adik papa yang dokter mulai maksa untuk ngelakuin check up lebih dalam lagi. Tes darah layer ke 2 dan ke 3 dilakukan. Akhirnya disitulah baru dicurigai ada yang nggak beres dengan paru-nya. Hasil tes darah, ada indikasi CA (cancer). Mau nggak mau, suka nggak suka, papa dipaksa ngejalani Bone-Scan, Brain Scan, Rontgen dan CT -scan. Hasilnya, positif ditemukan adanya CA di organ-organ tubuhnya.

But it was too late, CA sudah ber-metastase (menyebar) kemana-mana. Disaat itu lah kondisi papa menjadi drop. Sebenarnya yang paling bikin drop itu karena mentalnya nggak siap dengar berita buruk tersebut, sampai akhirnya papa harus dirawat dirumah sakit. Secara diagnosa dokter, CA seganas ini sudah sangat sulit, bahkan nggak bisa disembuhkan. Kecuali Allah SWT berkehendak lain. Prediksi dokter, bisa hitungan hari, atau mungkin cuma 1 bulan

2 hari pertama di rumah sakit, kondisi papa buruk sekali sampai dia sulit bernafas. Ternyata ketika di rontgen lagi, parunya sudah berisi cairan, sehingga harus disedot sampai kering. Cairannya lumayan banyak, 1,2liter! kami semua shock. Cancer yang di badan papa sudah seganas itu sehingga dalam tempo kurang dari 1 bulan produksi cairan bisa sebanyak itu, dan akan terus berproduksi. Biasanya, setelah disedot, kondisi papa jadi segar lagi dan bisa duduk, bercanda sama tamu-tamu dan nonton tv seperti biasa, walaupun masih di rumah sakit.

Minggu ke-2, drop lagi. Cairan penuh lagi. Disedot lagi. Akhirnya keluarga memutuskan lebih baik dipasang selang ke bagian samping dada papa, agar cairannya bisa keluar terus biar ngga perlu disedot berkali2 dan lebih ringan baginya. Entah kenapa, setelah dipasang selang (jujur, saya sentimen dengan dokter bedahnya, goblok, koboi dan ignorant, yang menurut saya kerjanya nggak beres), kondisi papa malah tambah drop sampe akhirnya harus masuk ICU karena terjadi pendarahan. Jadi yang keluar, cairan campur darah. Jujur kami sekeluarga kesal, marah sekali sama dokter bedahnya! (dan gosip dokter lain yang kebetulan masi sodaraan dengan kita, sang dokter bedah itu emang terkenal kerjanya "koboi"). Tapi ketika saya cerita ke ibu saya, ibu bilang: "maybe there's something in disguise from Allah. We never know. Semua ada hikmahnya. Paling tidak darah kotornya keluar, dan digantikan dengan produksi darah baru, yang mudah-mudahan bisa bikin beliau jadi sehat kembali". Saya pikir-pikir, bener juga. Looka at the bright side-nya lah. Produksi darah papa baru lagi, dan bersih kembali. Mungkin itu jalan yang ditentukan Tuhan.

Cuma 5 hari di ICU, akhirnya papa bisa kembali ke kamar rawat inap biasa dan lebih segar. So, i guess, walaupun ibu saya bukan dokter, tapi pendapat dia benar. Semua ini udah diatur sama yang di atas. Mungkin papa harus pendarahan dulu biar kondisinya jadi lebih baik. Mungkin Tuhan memang mengirimkan kepada papa si dokter koboi goblok itu biar terjadi pendarahan, tapi darah kotor jadi keluar.


Setelah kembali ke kamar rawat inap biasa, sekitar minggu kedua Juni, kondisi papa up and down. Sekali lagi, ini semua karena mentalnya. Bukan karena fisik atau paru-parunya. Kami berusaha semaksimal mungkin bikin papa happy dengan cara apapun. Badannya mulai mengurus dan lemah. Mungkin karena tulangnya mulai terasa nyeri akibat CA dan cairan paru tetap berproduksi walaupun udah dipasang selang. Tapi ya gimanapun, nggak akan nyaman bagi dia dengan alat-alat itu. Tapi separah-parahnya posisi "down" tersebut, papa masih bisa ngorbrol-ngobrol dengan kami.


Sampai akhirnya 1bulan berlalu.
Kondisi fisik mulai drop lagi. Kali ini bukan lagi karena mental tapi karena CA ganas tersebut. Lucunya, 4 hari sebelum meninggal, hari selasa, tiba-tiba kondisi papa sangat sangat sangat baik, bright, bahkan bisa duduk, sikat gigi sendiri dan latihan gerakin kaki-kakinya (sebelumnya ngangkat kaki aja sulitnya bukan main karena udah 1 bulan ditempat tidur). Ternyata, belajar dari pengalaman orang-orang dan kata ibu saya, percaya nggak percaya, sebelum seseorang akan meninggal (terutama karena sakit), kondisi mereka akan baik sebaik-baiknya, sehat sehat-sehatnya. Ibarat seperti lilin yang mau padam, pasti sebelumnya akan bersinar terang very bright sesaat sebelum mati. Kita semua kaget dan amazed dengan kondisinya dan yang pasti semua happy. Tapi jujur, disitu saya udah mulai curiga, karena saya udah ngalamin beberapa kali kejadian seperti itu.


Ternyata dugaan saya benar. Besokannya, kondisi papa drop lagi. Mulai nggak bisa ngomong karena lidahnya mulai kelu, cairan di paru penuh lagi. Oya, seminggu terakhir sebelum meninggal, papa udah minta semua alat selang di copot dari tubuhnya. Dia bilang, udah cukup semuanya. Dia udah terlalu capek dengan alat-alat itu. Maka itu hari rabu, cairan paru udah mulai penuh lagi. Seperti cerita saya dipostingan sebelumnya, bunyi nafas papa udah bercampur air, persis seperti kalo kita lagi kumur-kumur di kerongkongan. Tapi karena itu permintaan beliau untuk nggak mau disedot lagi, yah kita semua nurut aja. Karena kita nggak mau tarik-tarikan dengan ajal. Kalau papa ngerasa ajalnya sudah dekat, kita nggak mau maksain untuk nahan-nahan dia pergi. Secara agama toh juga dilarang. Dan yang pasti kita nggak tega maksa papa bertahan tapi dia harus menderita seperti itu.


Sampai jumat malam, kondisi suda semakin memburuk. Tapi satu hal yang sangat saya bangga dan kami semua sebagai anak-anaknya akan mengamalkannya, papa nggak pernah ninggalin Shalat, walaupun kondisi sudah parah banget. Dia selalu nanya jam, dan jika sudah masuk waktu solat, maka papa akan manggil anak-anaknya, dan termasuk saya yang cuma menantu, untuk ngebimbing dia bacain bacaan Shalat. Saya ingat suatu hari ketika di ICU, papa mau minta Shalat dan manggil anak-anaknya. Kondisinya waktu itu lemah sekali. Matanya juga selalu tertutup. Tapi karena dia nggak dengar suara saya, dia tetap nyari dan menyuruh saya untuk berdiri disebelah kiri tempat tidurnya untuk bantu ngebimbing dia membaca kalimat-kalimat Shalat. Setelah itu saya pulang dan nangis. Saya senang karena papa ternyata masih menganggap dan membutuhkan saya yang hanya seorang menantu untuk ikut Shalat sama-sama. Anyway, memori itu akan menjadi memori terindah buat saya sepanjang saya hidup.


Disaat-saat terakhirnya, nafas papa mulai membaik, namun pelan. Suara air udah nggak terdengar lagi dari paru-parunya. Sampai beliau meninggal, semuanya pelan, tenang dan damai. Bahkan bisa dibilang papa meninggal dengan bahagia karena semua anak dan istrinya ada disampingnya. Beberapa hari sebelumnya, papa pun udah berpamitan sama semua anak-anaknya dan istrinya, dan pada malam terkahir hidupnya, papa berpamitan dengan saya. Terakhir setelah berpamitan dengan saya, papa memberi acungan jempol kepada saya tanpa ngomong apa-apa. Dan refleks, saya pun membalasnya dengan acungan jempol juga ke papa sambil berbisik kedia saya bilang "papa hebat yah!". Jujur sampai sekarang saya nggak ngerti maksudnya apa, but i'm pretty sure artinya adalah baik, he gave me a good sign dari acungan jempolnya. memori itu akan menjadi memori terakhir paling indah saya dengan papa mertua.


Sekarangn udah 3 hari sejak papa meninggalkan kami semua. But life goes on. Untungnya kami semua tabah dan ikhlas sehingga walaupun didalam hati masing-masing masih sedih, tapi Alhamdulillah semua anak-anaknya bahkan mama sekalipun, bisa menjalani 4 hari ini dengan normal. Mungkin, ini pun terbantu karena keluarga tebiasa nggak ada papa di rumah karena sehari-hari terbang ke luar dan udah lebih dari 5 tahun, papa bergabung dengan maskapai luar negeri sehingga kita nggak terlalu ngerasa ada anggota keluarga yang hilang di rumah.


Whatever happen, just keep smiling (seperti lirik lagu favoritnya MJ) dan THE SHOW MUST GO ON!


Rest in Peace Papa, we pray everyday for you biar selalu bahagia dan tenang di alam kubur... Semoga alam kubur papa dilapangkan oleh Allah SWT, selalu diterangi cahaya oleh Allah SWT dan semoga Allah SWT memberikan papa tempat yang terbaik disisi-Nya. Amin ya rabbal alamin.


Alm. Captain Aristono Soeryo Murti

*foto ini yang kami gunakan di rumah duka dan di pemakaman. Fotonya saya sendiri yang crop dan edit secepat mungkin jam 9 pagi karena kita udah nggak keburu cari negatif film apalagi nyari folder di laptop buat di cetak. Akhirnya Merdi foto ulang dari foto keluarga di ruang tamu, dengan posisi sebenarnya ada mama persis di samping kanan foto ini. Maka itu kalo diperhatikan dengan seksama, bagian kanan foto ini ada perbedaan resolusi warna. But Thank God, semua orang suka dengan foto papa yang ini karena dia sedang tersenyum bahagia. Cocok sebagai foto pengantar ke perisitrahatannya yang terakhir, dimana dia juga sudah berbahagia*

0 lullabies from others: